JAKARTA - Aktivis kemerdekaan Papua Forkorus Yaboisembut, Edison Kladeus Waromi, Dominikus Surabut, August M Sananai Kraar, dan Selpius Bobii divonis 3 tahun penjara oleh pengadilan Negeri Klas IA Jayapura, Papua Barat. Mereka dinyatakan bersalah dalam perbuatan makar dan melanggar Pasal 106 KUHP.
Vonis ini merupakan buntut dari pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III pada tanggal 17-19 Oktobert 2011, yang ditandai dengan Deklarasi Negara Papua Barat. Vonis Majelis Hakim yang diketuai oleh Jack Johanis Octavianus ini dikecam oleh aktivis HAM dan pegiat kemerdekaan Papua.
“Deklarasi Bangsa Papua di Negeri Papua Barat pada 19 Oktober 2011 lahir berdasarkan refleksi pangjang rakyat Papua selama 49 tahun atas berbagai proses pembungkaman dan ketidakadilan Politik, Hukum, HAM, pembangunan yang selama ini dialami bersama Pemerintah RI,” ujar aktivis HAM Papua, Markus Haluk kepada okezone, Jumat (16/3/2012).
Dia juga mengkritik proses persidangan sejak tanggal 30 Januari sampai dengan 16 Maret 2012, karena pemerintah membatasi akses masyarakat, media dan pembela hukum. Sebaliknya, aparat keamanan dikerahkan dalam jumlah banyak. “
Mereka melakukan penjagaan secara ketat selayaknya menjaga proses hukum seorang pembunuh,” katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah harus membebaskan seluruh tahanan tersebut tanpa syarat. Pemerintah juga diminta membuka akses tanpa diskriminatif terhadap jurnalis, pekerja HAM, diplomat, senator dan anggoa kongres asing untuk berkunjung ke Papua.
Vonis ini merupakan buntut dari pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III pada tanggal 17-19 Oktobert 2011, yang ditandai dengan Deklarasi Negara Papua Barat. Vonis Majelis Hakim yang diketuai oleh Jack Johanis Octavianus ini dikecam oleh aktivis HAM dan pegiat kemerdekaan Papua.
“Deklarasi Bangsa Papua di Negeri Papua Barat pada 19 Oktober 2011 lahir berdasarkan refleksi pangjang rakyat Papua selama 49 tahun atas berbagai proses pembungkaman dan ketidakadilan Politik, Hukum, HAM, pembangunan yang selama ini dialami bersama Pemerintah RI,” ujar aktivis HAM Papua, Markus Haluk kepada okezone, Jumat (16/3/2012).
Dia juga mengkritik proses persidangan sejak tanggal 30 Januari sampai dengan 16 Maret 2012, karena pemerintah membatasi akses masyarakat, media dan pembela hukum. Sebaliknya, aparat keamanan dikerahkan dalam jumlah banyak. “
Mereka melakukan penjagaan secara ketat selayaknya menjaga proses hukum seorang pembunuh,” katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah harus membebaskan seluruh tahanan tersebut tanpa syarat. Pemerintah juga diminta membuka akses tanpa diskriminatif terhadap jurnalis, pekerja HAM, diplomat, senator dan anggoa kongres asing untuk berkunjung ke Papua.