Lingkaran Survei Indonesia menyatakan berdasarkan hasil survei terbaru mereka, rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) ternyata mendapat penolakan dari pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri.
“Pemilih SBY pada Pilpres 2009 yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM adalah 85,17 persen,” kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Adjie Alfaraby, dalam jumpa pers dan analisis survei nasional ‘Bola Panas BBM, BLT, dan Efek Elektoral,’ di kantor Lingkaran Survei Indonesia, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu 11 Maret 2012.
Sementara itu, Adjie memaparkan, pemilih Megawati pada Pilpres 2009 yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM adalah 92,59 persen, dan pemilih Jusuf Kalla yang menolak kenaikan harga BBM mencapai 80,77 persen.
Survei ini dilakukan pada 5-8 Maret 2012 di seluruh provinsi di Indonesia. Survei menggunakan metode multi stage random sampling, dengan responden berjumlah 440 orang, dan margin of error sekitar 4,8 persen.
Sebelumnya, Demokrat sebagai partai pendukung utama pemerintah mengakui kebijakan menaikkan harga BBM adalah pilihan pahit. “Ini kebijakan pahit yang terpaksa diambil untuk menjaga kesehatan APBN,” kata Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Jumat 9 Maret 2012.
Anas menjelaskan, pemerintah tidak bisa mengatur kenaikan harga minyak mentah dunia pada 2012 yang sudah melonjak tinggi. Sebagai negara yang menganut sistem perdagangan bebas, Anas menambahkan, Indonesia tak bisa lepas dari dinamika perekonomian dunia. “Jadi, harga BBM bukan kami yang tentukan, tetapi dinamika dunia,” kata dia.
“Pemilih SBY pada Pilpres 2009 yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM adalah 85,17 persen,” kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Adjie Alfaraby, dalam jumpa pers dan analisis survei nasional ‘Bola Panas BBM, BLT, dan Efek Elektoral,’ di kantor Lingkaran Survei Indonesia, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu 11 Maret 2012.
Sementara itu, Adjie memaparkan, pemilih Megawati pada Pilpres 2009 yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM adalah 92,59 persen, dan pemilih Jusuf Kalla yang menolak kenaikan harga BBM mencapai 80,77 persen.
Survei ini dilakukan pada 5-8 Maret 2012 di seluruh provinsi di Indonesia. Survei menggunakan metode multi stage random sampling, dengan responden berjumlah 440 orang, dan margin of error sekitar 4,8 persen.
Sebelumnya, Demokrat sebagai partai pendukung utama pemerintah mengakui kebijakan menaikkan harga BBM adalah pilihan pahit. “Ini kebijakan pahit yang terpaksa diambil untuk menjaga kesehatan APBN,” kata Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Jumat 9 Maret 2012.
Anas menjelaskan, pemerintah tidak bisa mengatur kenaikan harga minyak mentah dunia pada 2012 yang sudah melonjak tinggi. Sebagai negara yang menganut sistem perdagangan bebas, Anas menambahkan, Indonesia tak bisa lepas dari dinamika perekonomian dunia. “Jadi, harga BBM bukan kami yang tentukan, tetapi dinamika dunia,” kata dia.